Kisah Putri Tangguk dari Jambi

.

KONON di sebuah tempat, tepatnya di Kecamatan Danau Kerinci, Jambi, hiduplah seorang perempuan bernama Putri Tangguk. Di sana ia hidup bersama dengan suami dan ketujuh anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti pangan, ia bekerja sebagai petani padi karena ia punya sedikit lahan sawah.

Meskipun sawahnya hanya seluas tangguk tapi ia tak pernah kekurangan, sawahnya selalu menghasilkan banyak padi. Ajaibnya setiap habis dipanen, tanaman padi di sawahnya selalu muncul lagi dan menguning pertanda siap dipanen lagi. Begitu terus sampai ketujuh lumbung padi miliknya hampir terisi penuh.


Saking tekunnya menggarap sawah miliknya, putri tangguk sampai lupa akan hal-hal penting lainnya. Ia sering lupa masak untuk keluarganya, jarang mengurus anak-anaknya dan sudah sangat jarang bersilaturahmi dengan tetangga-tetangganya. Sampai suatu malam ia merasa seperti dikucilkan oleh warga sekitarnya. Setelah berdiskusi dengan suaminya, akhirnya ia memutuskan bahwa esok hari ia akan memanen padi untuk terakhir kalinya sampai lumbung padi milinya terisi penuh semua, sebelum nantinya ia akan fokus mengurus rumah tangga dan anak-anaknya serta kembali bersilaturahmi dengan tetangga lainnya.

Keesokan paginya ia pergi bersama suami dan ketujuh anaknya untuk memanen padi di sawah. Tetapi di tengah perjalanan Putri Tangguk terpeleset karena hampir semua jalanan di desa itu licin akibat hujan semalam yang sangat deras. Suaminya yang berjalan di belakangnya dengan sigap menolongnya. Meskipun ia selamat, tapi Putri Tangguk tetap marah-marah. Ia memaki-maki jalanan yang licin yang membuatnya terpeleset. Ia juga berkata bahwa ia akan menabur padi hasil panennya nanti di jalan licin itu sebagai pengganti pasir supaya jalanan itu tidak licin lagi.

Dan benar saja setelah Putri Tangguk beres memanen semua padi, saat ia pulang melewati jalanan licin tadi ia langsung menabur hampir semua padi hasil panennya. Ia hanya membawa sedikit padi untuk dibawa ke rumahnya. Sesuai dengan janjinya, setelah memanen padi itu ia tak lagi pergi ke sawah untuk menuai padi. Ia sekarang hanya diam di rumah mengurusi anaknya sambil menenun kain untuk dijadikan baju buat keluarganya. Tetapi kegiatan menenunnya itu lagi-lagi membuat ia lupa bersilaturahmi dengan tetangganya dan parahnya ia sampai lupa mengurus anak-anaknya.

Sampai pada suatu sore, saking asyiknya menenun ia lupa memasak nasi untuk suami dan ketujuh anaknya. Ia terus menenun dengan asyiknya hingga larut malam sampai ketujuh anaknya tertidur semua. Karena belum makan dari pagi, anak bungsunya kemudian bangun dan menangis minta makan. Tetapi Putri Tangguk hanya membujuknya sampai si bungsu tertidur kembali. Setelah itu giliran anaknya yang lain bangun dan minta makan, lagi-lagi Putri Tangguk hanya membujuknya sampai tertidur kembali.

Namun, ketika anaknya yang Sulung bangun dan minta makan, ia bukan membujuknya, tetapi ia malah memarahinya. Ia menyuruh anaknya untuk mengambil nasi sendiri, dan kalaupun nasinya habis ia menyuruhnya untuk menanaknya sendiri. Saking laparnya si sulung pun menuruti kata ibunya. Ia langsung pergi ke dapur untuk mengambil nasi, tetapi ia tak menemukan nasi sedikit pun. Ia kemudian berniat memasak nasi, tetapi kaleng tempat penyimpanan berasnya juga terlihat kosong tak ada satu butir beraspun.

Ia langsung menemui ibunya dan mengatakan itu semua, ia meminta ibunya untuk menumbuk padi dan menyapihnya agar ia bisa memasak nasi malam itu juga. Tetapi Putri Tangguk sangat lelah sehingga ia malas untuk menumbuk dan menyapih padinya. Ia lagi-lagi membujuk anaknya itu untuk bersabar, ia berjanji esok pagi ia akan menumbuk padi dan memasaknya untuk semua. Dengan terpaksa si sulung pun kembali tidur dengan rasa laparnya.

Esok paginya, semua anak-anaknya telah bangun dengan perut yang keroncongan. Putri Tangguk kemudian menyuruh suaminya mengambil padi untuk ditumbuk. Tetapi sang suami begitu terkejut ketika ia tak menemukan sebutir padi pun di semua lumbung miliknya. Ia langsung memberi tahu Putri Tangguk, dan sang istri pun tak kalah terkejutnya dan mengira semua padi miliknya telah dicuri.

Dalam kepanikan, ia teringat masih punya sawah yang begitu subur. Ia langsung menarik suaminya pergi ke sawah untuk memetik padi. Sesampainya di sawah mereka terlihat terkejut sekali, sawah yang biasanya penuh dengan pohon padi kini telah tertutupi oleh rumput-rumput tebal, sehingga tak ada satupun padi yang bisa dipanen.

Mereka terlihat sangat kecewa, terutama Putri Tangguk. Saat perjalanan pulang ia melewati jalan tempat dimana ia terpeleset dulu. Ia langsung ingat ia telah menebarkan padi hasil panennya ke atas tanah sebagai pelapis jalan yang licin.

Sesampainnya di rumah, Putri Tangguk hanya duduk termenung. Pada malam harinya, ia bermimpi didatangi oleh seorang lelaki tua yang berkata bahwa ia kecewa pada Putri Tangguk yang berlaku sombong dengan menjadikan padi sebagai pelapis jalanan licin. Padahal dalam padi yang dijadikan pelapis jalan itu ada setangkai padi hitam yang kata orang tua itu adalah raja para padi.

Setelah itu Putri Tangguk hidup dalam kesengsaraan, keluarganya hanya bisa makan setelah bekerja keras dulu. Ia telah menyesali perbuatannya, tetapi nasi sudah menjadi bubur dan hanya bisa diterima dengan ikhlas.
"Semoga kita semua tidak bernasib seperti Putri Tangguk. Semoga kita dijauhkan dari sifat sombong dan takabur supaya Tuhan tidak murka pada kita.. Amieeeennnn.."

Cerita Kiriman
Cerita KirimanUpdated: 00.06.00

0 komentar:

Posting Komentar

loading...
.
Download Here..