.
Tanpa diplomasi Sjahrir dan tekanan internasional, Belanda masih akan
bercokol di Indonesia, kendati proklamasi 45. Inilah empat tahun
bersejarah yang dipenuhi intrik politik, pengkhianatan dan agresi
milliter Belanda.
Kapitulasi Jepang, September 1945
12 Agustus 45, tiga hari setelah bom atom menghancurkan Nagasaki,
Panglima Militer Jepang, Jendral Terauchi Hisaichi mengundang Soekarno
dan Radjiman Wedyodiningrat ke Da Lat, Vietnam. Kepada keduanya Hisaichi
mengindikasikan Jepang akan menyerah kepada sekutu dan membiarkan
proklamasi kemerdekaan RI. Baru pada 2 September Jepang secara resmi
menyatakan kapitulasi di atas kapal USS Missouri.
Proklamasi, Agustus 1945
Setibanya di Jakarta, Soekarno diculik oleh pemuda PETA ke
Rengasdengklok. Di sana ia dipaksa mengumumkan kemerdekaan tanpa Jepang.
Malam harinya Soekarno menyambangi Mayjen Nishimura Otoshi. Kendati
tidak mendukung, Nishimura menawarkan rumahnya untuk dipakai merumuskan
naskah proklamasi. Keesokan hari Soekarno dan Hatta mendeklarasikan
kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56
Kabinet Sjahrir I, November 1945
Soekarno dan Hatta diangkat sebagai presiden dan wakil presiden
Indonesia. Keduanya memerintahkan Sutan Sjahrir, diplomat ulung yang
kemudian menjadi perdana menteri pertama, buat mencari pengakuan
internasional. Tugas Sjahrir adalah mempersiapkan Indonesia menghadapi
pertemuan Linggarjati. Pidatonya yang legendaris di sidang umum PBB 1947
hingga kini masih tercatat sebagai momen paling menentukan.
Perundingan Linggarjati, November 1946
Dalam pertemuan yang dimediasi Inggris, Belanda mengakui kedaulatan
Indonesia di Jawa, Madura dan Sumatera. Tapi Belanda nyaris bangkrut dan
berniat mengamankan akses ke sumber daya alam Indonesia. Sjahrir yang
ingin menghindari perang sempat menyetujui pemerintahan transisi di
bawah kepemimpinan Belanda. Idenya ditolak Sukarno, dan Sjahrir harus
mundur sebulan setelah penadatanganan perjanjian.
Agresi Militer I, Juli 1947
Akibatnya Belanda menyerbu Sumatera dan Jawa demi merebut sumber daya
alam dan lahan pertanian. Apa yang oleh Indonesia disebut sebagai
Agresi Militer, dinamakan Belanda "misi kepolisian" untuk menghindari
campur tangan internasional. Parlemen Belanda awalnya menginginkan
perluasan agresi buat merebut ibukota Yogyakarta, tapi ancaman sanksi
PBB membuat Den Haag menarik pasukannya dari Indonesia.
Perjanjian Renville, Desember 1947
Di atas kapal USS Renville, Indonesia berhasil memaksakan gencatan
senjata, tapi kehilangan sebagian wilayahnya. Belanda cuma mengakui
kedaulatan RI di Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera, serta meminta
TNI menarik pasukannya dari wilayah pendudukan. Belanda kala itu sedang
menunggu pemilu legislatif. Pemerintahan yang baru kemudian mengambil
kebijakan yang lebih keras terhadap Indonesia.
Agresi Militer II, Desember 1948
Belanda memanfaatkan masa liburan natal PBB buat menggelar Agresi
Militer II. 80.000 pasukan diterjunkan. Soekarno, Hatta dan Sjahrir
ditangkap. Akibatnya Sjafruddin Prawiranegara diperintahkan membentuk
pemerintahan darurat. Uniknya operasi militer di Indonesia didukung 60%
penduduk Belanda. Sembilan hari setelah dimulainya agresi, PBB
menelurkan dua resolusi yang menentang serangan Belanda.
Konferensi Meja Bundar, Agustus 1949
Setelah menjalin kesepakatan dalam perjanjian Roem Roijen, Indonesia
dan Belanda sepakat bertemu di Den Haag atas desakan internasional.
Belanda bersedia menarik mundur pasukan dan mengakui kedaulatan RI di
semua kepulauan, kecuali Papua barat. Sebagai gantinya Indonesia harus
membayar sebagian utang pemerintahan kolonial, termasuk yang dipakai
untuk agresi militer selama perang kemerdekaan.
Penyerahan Kedaulatan, Desember 1949
Ratu Juliana menandatangani akta penyerahan kedaulatan kepada RI di
Amsterdam pada 27. Dezember 1949. Setelah kemerdekaan, Indonesia
tenggelam dalam revolusi buat mengamankan kesatuan republik. Sementara
Belanda menghadapi tekanan internasional. Sikap Den Haag soal Indonesia
dan Papua bahkan nyaris membatalkan keanggotaan Belanda di NATO, yang
kala itu mendukung kemerdekaan Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar